Bila malam merayap, takkan terdengar dendang pantun anak-anak dara yang mengusik hati. Begitu juga dengan musik dan lagu. Yang ada hanyalah bunyi deburan ombak memecah karang, serta suara burung hantu yang bersahut-sahutan sepanjang malam. Konon, cerita hantu-hantu laut pun ikut berjoget-joget.
Di antara gugusan pulau-pulau tersebut. Terdapat satu pulau bernama pulau Matak, kalau dalam bahasa daerah berarti pulau harapan. Suatu hari, beberapa bahtera melemparkan jangkarnya, berlabuh di pantai pulau Matak. Angkatan bahtera itu dipimpin oleh seorang hulubalang yang melarikan diri dari kerajaan pulau Bintan. Pelarian itu ternyata disebabkan hulubalang tidak berkesesuaian dengan raja di sana. Hulubalang ini bernama Dewa Perkasa yang berasal dari negeri Campa. Maksud mereka singgah hanya untuk mencari minum dan buah kayu di hutan untuk penambah bekal.
Suatu hari, dalam perjalanan melanun, bertemulah mereka dengan iringan perahu-perahu. Ternyata perahu-perahu tersebut berasal dari negeri Johor, maka terjadilah perang senjata, sehingga banyak yang mati dan luka parah.
Salah satu dari perahu tersebut membawa seorang putri yang cantik molek. Putri ini adalah salah seorang putri pembesar di negeri Johor. Sudah menjadi adat perang yang kalah menjadi tawanan. Mereka boleh melakukan apa saja terhadap tawanan perang.
Bagaimanakah dengan tawanan yang cantik molek tersebut? Rupanya ini adalah awal kehidupan baru bagi Datuk Dewa Perkasa. Dewa Perkasa sudah tertawan hatinya kepada sang putri. Maka dinikahinyalah Putri Johor itu dengan membuat pesta tujuh hari tujuh malam.
Dari Rahim Putri Johor, lahirlah seorang dara yang sangat elok, dan diberi nama dengan Putri Sri Balau Selak. Dia pun diasuh dengan penuh kasih sayang hingga dewasa. Keanehan dari putri ini, dia suka mengenakan tudung kain bertabur Siantan, sehingga kalau di luar rumah, majahnya susah dilihat.
***
Terdengarlah empat perahu terdampar di teluk gunung Kota. Penduduk menjadi gempar. Datuk Dewa memerintahkan anak buahnya untuk menyongsong ke pantai, untuk menanyakan apa maksud kedatangan mereka. Jika yang datang dengan makud baik, maka terimalah dia sebagai sahabat, jika jahat, tentunya harus dilibas. Ternyata orang-orang di dalam perahu-perahu itu tidak menunjukkan sikap yang bermusuhan. Di dalamnya adalah seorang pemuda yang gagah.
Maka naiklah mereka ke darat menghadap Datuk Dewa. Sambil memperkenalkan diri dengan berpantun;
Hamba bernama Pangeran Merte,Putera mahkota Negeri Brunei.Tapi tidak hamba sangkaTerdampar di negeri yang permai
Hajat pergi ke negeri Bintan,Menghadap paman Sultan Junjungan.Apa daya hajat tak sampai,Perahu kami di hantam badai.
Pangeran Merta mengharapkan bantuan dari Datuk Dewa Perkasa, untuk memperbaiki perahu-perahu yang rusak. Maka Datuk Dewa memerintahkan orang-orangnya untuk membantu Pangeran Merte. Sebagai orang tua, Dewa Perkasa sudah banyak makan asam garam dalam hidupnya. Dia sangatlah tertarik dengan tingkah laku Pangeran Merte. Sesuai dengan pepatah "Bahasa menunjukkan bangsa".
Sejak saat itulah, Datuk kaya Dewa Perkasa berazam dalam hati, untuk menjodohkan anaknya Puteri Sri Balau Selak dengan Pangeran Merte. Rupanya gayung pun bersambut, maka dipinanglah Balau Selak oleh Pangeran Merte. Datuk kaya Dewa Perkasa merasa bahagia karena hajatnya telah tercapai.
Hidup orang di negeri itu kembali berjalan seperti biasa. Pekerjaan sebagai bajak laut sudah belasan tahun ditinggalkan lagi. Namun, kampung di gunung Kota yang memang sudah sempit untuk tempat tinggal, tidak dapat lagi menampung perkembangan penduduk yang begitu pesat. Datuk Kaya Dewa Perkasa memerintahkan kepada Merte, menantunya, untuk mencari tempat yang baik didirikan negeri baru.
Pangeran Merte mengusulkan agar cara memilih sebuah negeri dengan memakai adat-istiadat Brunei. Caranya, diambil batu dari dua tempat itu sebanyak dua tempurung. Kemudian batu-batu itu dirempak.
Setelah dikerjakan rempak batu itu, ternyata salah satu batu itu dapat dirempak. Tanah yang batunya dapat dirempak itulah tempat yang cocok untuk didirikan negeri. Maka berdirilah sebuah negeri yang baru dengan nama kampung Terempak (dapat dikunyah). Kemudian berubah menjadi Terempa hingga terkenal sampai sekarang. Demikianlah Datuk Kaya Dewa Perkasa dan Pangeran Merte hidup damai dengan pengikut-pengikutnya. Pangeran Merta, di kampung Teluk dan Datuk Kaya Dewa Perkasa di kampung Tanjung.
0 komentar:
Posting Komentar